Adab dan Hukum Safar
ADAB DAN HUKUM SAFAR
Segala puji hanya untuk Allah Ta’ala, shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulallah Shalallahu’alaihi wa sallam. Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah dengan benar melainkan Allah ta’alla semata yang tidak ada sekutu bagi -Nya, dan aku juga bersaksai bahwa Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam adalah seorang hamba dan utusan -Nya. Amma ba’du.
Sudah menjadi kebutuhan sekunder bagi seseorang, apabila tabi’atnya membutuhkan safar dimuka bumi ini demi menyelesaikan kebutuhannya, baik kebutuhan dunia maupun keagamaan. Atau untuk tujuan rekreasi untuk merenungi keagungan ciptaan Allah Subhanahu wa ta’ala guna menambah keimanan dan keyakinan seorang hamba kepada Sang pencipta. Allah ta’ala juga memerintahkan hal tersebut, seperti dalam firman -Nya:
فَسِيحُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ [التوبة : 2]
“Maka berjalanlah kamu (kaum musyrikin) di muka bumi”. [at-Taubah/9: 2].
Dalam ayat lain Allah Subhanahu wa ta’ala juga berfirman:
هُوَ الَّذِيْ جَعَلَ لَكُمُ الْاَرْضَ ذَلُوْلًا فَامْشُوْا فِيْ مَنَاكِبِهَا وَكُلُوْا مِنْ رِّزْقِهٖۗ وَاِلَيْهِ النُّشُوْرُ [الملك : 15]
“Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki -Nya. dan hanya kepada -Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan”. [al-Mulk/67: 15].[1]
Imam Syafi’i pernah melantunkan dalam bait qasidahnya ketika memuji dan menganjur untuk melakukan perjalanan dimuka bumi ini.
Dalam safar engkau akan menemukan gantinya
Cobalah, karena nikmat hidup ada padanya
Aku melihat air jika diam akan menjadi rusak
Namun, bila mengalir ia akan menjadi jernih
Kalau seandainya matahari diam ditempatnya
Tentulah manusia akan cepat merasa bosan
Adab serta Hukum Safar
Dalam sunah nabawiyah telah dijelaskan begitu gamblang beberapa adab yang harus dipegangi oleh seseorang yang hendak bepergian, diantaranya adalah:
Pertama: Sholat Istikhoroh
Melakukan sholat istiharoh sebelum bepergian, yang tujuannya ialah menentukan pilihan pada waktu serta tempat yang akan dituju. Hal itu berdasarkan sebuah hadits yang dikeluarkan oleh para Imam hadits dari sahabat Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: “Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam biasa mengajari para sahabatnya sholat istikhoroh dalam setiap urusan. Beliau mengajari sholat ini sebagaimana beliau mengajari surat dari al-Qur’an. Beliau mengatakan: “Kalau salah seorang diantara kalian hendak melakukan suatu perkara, hendaknya ia mengerjakan sholat dua raka’at selain sholat wajib, kemudian setelah sholat berdo’a:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِكَ وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلَا أَقْدِرُ وَتَعْلَمُ وَلَا أَعْلَمُ وَأَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ اللَّهُمَّ فَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ هَذَا الْأَمْرَ ثُمَّ تُسَمِّيهِ بِعَيْنِهِ خَيْرًا لِي فِي عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ قَالَ أَوْ فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي فَاقْدُرْهُ لِي وَيَسِّرْهُ لِي ثُمَّ بَارِكْ لِي فِيهِ اللَّهُمَّ وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّهُ شَرٌّ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي أَوْ قَالَ فِي عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ فَاصْرِفْنِي عَنْهُ وَاقْدُرْ لِي الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ رَضِّنِي بِهِ [أخرجه البخاري و النسائي والترمذي]
“Ya Allah, aku memohon pilihan kepada –Mu dengan ilmu –Mu, aku memohon kemampuan kepada –Mu dengan kekuasaan –Mu, dan aku memohon kepada –Mu keutamaan –Mu yang agung. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa, sementara aku tidaklah kuasa. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui sementara aku tidak mengetahui. Karena Engkau Maha Mengetahui hal-hal yang ghaib. Ya Allah, bila Engkau mengetahui bahwa perkara ini (disebutkan apa yang menjadi keinginannya) lebih baik dalam agamaku, hidupku dan akhir urusannku kelak (dalam jangka pendek maupun panjang), maka takdirkanlah hal itu bagiku dan mudahkanlah aku untuk mendapatkannya, kemudian berkatilah aku dalam hal tersebut. Dan apabila Engkau mengetahui bahwa perkara ini tidak baik, dalam agamaku, hidupku atau akhir urusanku (dalam jangka pendek maupun panjang), maka jauhkanlah perkara tersebut dariku dan hindarkanlah diriku darinya, lalu takdirkanlah yang baik buat diriku bagaimanapun adanya, kemudian buatlah aku ridho dengannya”. HR Bukhari no: 6382, at-Tirmidzi no: 480, an-Nasa’i no: 3253.
Kedua: Membaca do’a Safar
Selalu memperhatikan do’a safar baik ketika akan berangkat maupun ketika kembali. Seperti yang ditunjukan oleh sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma. Adalah kebiasaan Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam apabila sudah berada diatas kendaraan untuk melakukan perjalanan, beliau mengucapkan takbir tiga kali kemudian membaca do’a:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: سُبْحَانَ الَّذِى سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِينَ وَإِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُونَ اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ فِى سَفَرِنَا هَذَا الْبِرَّ وَالتَّقْوَى وَمِنَ الْعَمَلِ مَا تَرْضَى اللَّهُمَّ هَوِّنْ عَلَيْنَا سَفَرَنَا هَذَا وَاطْوِ عَنَّا بُعْدَهُ اللَّهُمَّ أَنْتَ الصَّاحِبُ فِى السَّفَرِ وَالْخَلِيفَةُ فِى الأَهْلِ اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ وَعْثَاءِ السَّفَرِ وَكَآبَةِ الْمَنْظَرِ وَسُوءِ الْمُنْقَلَبِ فِى الْمَالِ وَالأَهْلِ [أخرجه البخاري و مسلم]
“Maha suci Allah yang telah menundukkan untuk kami kendaraan ini padahal sebelumnya kami tidak mampu menguasainya, sesungguhnya hanya kepada Rabb kami, kami pasti akan kembali. Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada –Mu kebajikan, ketakwaan dan amal yang Engkau ridhoi dalam perjalanan kami ini. Ya Allah, mudahkanlah bagi kami perjalanan ini, dekatkanlah bagi kami jarak yang jauh. Ya Allah, Engkau adalah pendampingku dalam perjalanan, dan pengganti ditengah keluarga yang aku tinggalkan. Ya Allah, sesungguhnya aku memohon perlindungan kepada –Mu dari kesulitan diperjalanan, tempat kembali yang menyedihkan dan pemandangan yang tidak mengenakan pada harta dan keluarga“.
Dan bila sudah pulang, kembali mengucapkan do’a tadi lalu menambah dengan do’a ini:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « آيِبُونَ تَائِبُونَ عَابِدُونَ لِرَبِّنَا حَامِدُونَ » [أخرجه مسلم]
“Kami kembali, kami bertaubat, kami selalu beribadah dan memuji Allah Rabb kami”. HR Muslim no: 1342.
Dalam riwayat lain ditambahkan:
كان يتعوذ من الحور بعد الكور –وهو الرجوع من الاستقامة او الزيادة إلى النقص- ودعوة المظلوم [أخرجه مسلم]
“Beliau biasa meminta perlindungan kepada Allah dari kekurangan dan do’a orang yang terdhalimi”. HR Muslim no: 1343.
Ketiga: Do’a naik kendaraan
Selalu memperhatikan do’a ketika naik kendaraan, dalam rangka mencontoh suri tauladan kita. Hal itu seperti hadits yang dikeluarkan oleh Tirmidzi didalam sunannya dari Ali bin Rabi’ah, beliau berkata:
: شَهدتُ عليًّا أُتي بدابَّةٍ ليَرْكَبَها، فلمَّا وضعَ رِجلَه في الرِّكابِ قال: «بِاسمِ اللهِ» ثَلَاثًا، فلمَّا استوى على ظَهرِها قال: «الحَمدُ للهِ» ثُمَّ قَالَ: «سُبْحَانَ الَّذِي سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِينَ وَإِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُونَ»، ثُمَّ قَالَ: «الحَمْدُ للهِ» ثَلَاثًا، و«اللهُ أكْبَرُ» ثَلَاثًا، «سُبحَانَكَ إِنِّي قَد ظَلَمتُ نَفسِي فَاغفِرْ لِي فَإِنَّهُ لَا يَغفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنتَ» ثمَّ ضحِك، قلت: من أي شيء ضحكت يا أميرَ المؤمنينَ؟ قال: رأيت رسول الله -صلى الله عليه وسلم- صنع كما صنعت ثم ضحك، فقلت من أي شيء ضحكت يا رسول الله؟ قال: «إِنَّ رَبَّكَ لَيَعجَبُ مِن عَبدِهِ إِذَا قَالَ: رَبِّ اغفِر لِي ذُنُوبِي إِنَّهُ لَا يَغفِرُ الذُّنُوبَ غَيرُكَ»
“Kami pernah menyaksikan Ali bin Abu Thalib minta didatangkan hewan tunggangannya, tatkala beliau mau meletakkan kakinya untuk naik, ia mengucapkan: ‘Bismillah‘. Sebanyak tiga kali. Dan ketika telah berada diatas hewan tunggangan beliau mengucapkan: ‘Alhamdulillah‘, kemudian membaca do’a bepergian: “Maha suci Allah yang telah menundukkan untuk kami kendaraan ini padahal sebelumnya kami tidak mampu menguasainya, sesungguhnya hanya kepada Rabb kami, kami pasti akan kembali“. Lalu mengucapkan: ‘Alhamdulillah‘, tiga kali, ‘Allahu akbar‘, tiga kali. Kemudian mengucapkan: ‘Maha suci Allah, sesungguhnya aku telah berbuat dhalim terhadap diriku sendiri, maka ampunilah saya, sesungguhnya tidak ada yang mampu mengampuni dosa melainkan Engkau“.
Setelah mengucapkan hal itu, beliau tertawa. Lantas aku tanyakan: ‘Apa yang menjadikan engkau tertawa, wahai Amirul mukminin? Beliau mengatakan: ‘Aku pernah melihat Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam melakukan seperti apa yang aku kerjakan lalu beliau tertawa, maka aku juga bertanya padanya: ‘Apa yang menyebabkan engkau tertawa, wahai Rasulallah? Beliau bersabda: “Sesungguhnya Rabbmu merasa takjub dengan hamba -Nya yang mengucapkan: ‘Ya Rabb, ampunilah dosa-dosaku sesungguhnya tidak ada yang mampu mengampuni selain Engkau‘. HR at-Tirmidzi no: 3446. Beliau menyatakan hadits hasan.
Keempat: Berpamitan pada keluarga dan sanak saudara
Salah satu kebiasaan yang dilakukan oleh Nabi muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam tatkala ingin bepergian lalu berpamitan pada sanak keluarga, maka beliau mengatakan:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: أَسْتَوْدِعُ اللَّهَ دِينَكَ وَأَمَانَتَكَ وَخَوَاتِيمَ عَمَلِكَ [أخرجه الترمذي]
“Saya titipkan kepada Allah agamamu, amanahmu, dan penghujung perbuatanmu“. HR at-Tirmidzi no: 3443. Dinilai shahih oleh al-Albani dalam shahih sunan at-Tirmidzi 3/155 no: 2738.
Dan sunahnya bagi orang yang dipamiti untuk mendo’akan sambil mengucapkan:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: أَسْتَوْدِعُكَ اللَّهَ الَّذِي لَا تَضِيعُ وَدَائِعُهُ [أخرجه ابن ماجة]
“Aku titipkan dirimu kepada Allah yang tidak pernah menyia-nyiakan segala titipan“. HR Ibnu Majah no: 2825. Dinyatakan hasan oleh al-Albani dalam kalimu Thayib hal: 59.
Kelima: Memilih Hari Kamis
Disunahkan untuk memilih hari kamis ketika keluar melakukan perjalanan. Hal tersebut berdasarkan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Ka’ab bin Malik radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ يَوْمَ الْخَمِيسِ فِي غَزْوَةِ تَبُوكَ وَكَانَ يُحِبُّ أَنْ يَخْرُجَ يَوْمَ الْخَمِيسِ [أخرجه البخاري ]
“Bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam keluar menuju perang Tabuk pada hari kamis, dan sudah menjadi kebiasaan beliau untuk bepergian pada hari kamis“. HR Bukhari no: 2950.
Memilih waktu Pagi atau Sore hari:
Disunahkan pula untuk bepergian pada pagi hari atau memilih malam harinya, hal itu berdasarkan sebuah riwayat yang dikeluarkan oleh Imam Ahmad dari sahabat Shakhar al-Ghamidi radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan: ‘Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: اللَّهُمَّ بَارِكْ لِأُمَّتِي فِي بُكُورِهَا [أخرجه أحمد]
“Ya Allah, berkahilah umatku pada waktu pagi harinya“. HR Ahmad 3/416. Dinilai shahih oleh al-Albani dalam shahihul jami’ 1/278 no: 1300.
Serta berdasarkan haditsnya Anas bin Malik yang dikeluarkan oleh Abu Dawud didalam sunannya, beliau menceritakan: ‘Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: عَلَيْكُمْ بِالدُّلْجَةِ فَإِنَّ الْأَرْضَ تُطْوَى بِاللَّيْلِ [أخرجه أبو داود]
“Hendaklah kalian melakukan perjalanan pada waktu duljah (malam hari), karena seakan-akan bumi itu berlipat saat itu“. HR Abu Dawud no: 2571. Dinyatakan shahih oleh al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud 2/488 no: 2241.
Keenam: Memilih Teman Safar dan Mengangkat Ketua Rombongan
Disunahkan pula untuk memilih teman baik untuk menemani perjalanan serta mengangkat satu pemimpin dalam rombongan yang harus ditaati. Dalilnya adalah hadits shahih yang dikeluarkan oleh Imam Bukhari dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata: ‘Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِي الْوَحْدَةِ مَا أَعْلَمُ مَا سَارَ رَاكِبٌ بِلَيْلٍ وَحْدَهُ [أخرجه البخاري ]
“Kalau sekiranya orang tahu seperti yang aku ketahui, apa yang akan dialami ketika sendirian tentu dirinya tidak akan bepergian pada malam hari sendirian“. HR Bukhari no: 2998.
Lebih jelas lagi dalam hadits yang dikeluarkan oleh Abu Dawud dari Amr bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya, dia berkata: ‘Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: الرَّاكِبُ شَيْطَانٌ وَالرَّاكِبَانِ شَيْطَانَانِ وَالثَّلَاثَةُ رَكْبٌ [أخرجه أبو داود والترمذي]
“Satu pengendara (musafir) adalah setan, dua pengendara (musafir) adalah dua setan, dan tiga pengendara (musafir) itu baru disebut rombongan musafir“. HR Abu Dawud no: 2607, at -Tirmidzi no: 1674.
Syaikh al-Albani memberi catatan dalam hadits ini dengan mengatakan: ‘Kemungkinan yang dimaksud dalam hadits ini adalah musafir yang perjalanannya berada ditengah-tengah padang pasir atau tanah lapang yang sangat luas dimana dirinya tidak bisa melihat ada orang lain selain dirinya. Sehingga hadits ini tidak mencakup pada bepergian yang ada pada zaman kita sekarang ini yang sudah dipenuhi dengan jalan yang tertata dan banyak sarana transportasinya. Wallahu ‘alam”. [2]
Dalam riwayat Abu Dawud dijelaskan, Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: إِذَا خَرَجَ ثَلاَثَةٌ فِى سَفَرٍ فَلْيُؤَمِّرُوا أَحَدَهُمْ. [أخرجه أبو داود]
“Jika ada tiga orang keluar untuk safar, maka hendaklah mereka mengangkat salah satu diantara mereka sebagai ketua rombongan“. HR Abu Dawud no: 2608. Dinilai hasan shahih oleh al-Albani dalam shahih sunan abi dawud 2/494 no: 2272.
Ketujuh: Membaca dzikir ‘Allahu akbar’ ketika mendaki dan ‘Subhanallah’ ketika turun
Adab berikutnya yang harus diperhatikan oleh seorang musafir ialah disunahkannya untuk membaca dzikir ‘Allahu akbar’ ketik melewati jalan mendaki, dan ‘Subhanallah’ tatkala melewati jalan menurun. Berdasarkan haditsnya Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan:
كُنَّا إِذَا صَعِدْنَا كَبَّرْنَا وَإِذَا نَزَلْنَا سَبَّحْنَا [أخرجه البخاري ]
“Kami biasa jika melewati jalan mendaki (dalam perjalanan) mengucapkan ‘Allahu akbar’, dan jika melewati jalan menurun kami mengucapkan ‘Subhanallah“. HR Bukhari no: 2994.
Kedelepan: Perempuan Harus Ditemani Mahram
Dan Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam melarang perempuan untuk safar sendirian tanpa ditemani mahramnya. Berdasarkan haditsnya Ibnu Abbas yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Beliau menceritakan bahwa dirinya pernah mendengar langsung dari Rasulallah Shalallah ‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ فَقَامَ رَجُلٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ امْرَأَتِي خَرَجَتْ حَاجَّةً وَاكْتُتِبْتُ فِي غَزْوَةِ كَذَا وَكَذَا قَالَ ارْجِعْ فَحُجَّ مَعَ امْرَأَتِكَ [أخرجه البخاري و مسلم]
“Sekali-kali tidak boleh bagi seseorang berduaan bersama seorang wanita melainkan harus ditemani oleh mahramnya. Dan haram bagi seorang wanita safar kecuali bila ditemani oleh mahramnya”. Maka ada seorang sahabat yang berkata: “Ya Rasulallah, sesungguhnya istriku akan safar untuk ibadah haji, sedangkan aku akan pergi dipeperangan ini dan itu? Beliau berkata: “Pulanglah dan temani istrimu berhaji”. HR Bukhari no: 1862. Muslim no: 1341.
Sembilan: Boleh sholat diatas Kendaraan
Termasuk kemudahan yang ada dalam sunah adalah bolehnya bagi musafir untuk mengerjakan sholat sunah diatas kendaraan. berdasarkan haditsnya Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau mengatakan:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي فِي السَّفَرِ عَلَى رَاحِلَتِهِ حَيْثُ تَوَجَّهَتْ بِهِ يُومِئُ إِيمَاءً صَلَاةَ اللَّيْلِ إِلَّا الْفَرَائِضَ وَيُوتِرُ عَلَى رَاحِلَتِهِ [أخرجه البخاري و مسلم]
“Adalah Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam biasa sholat ketika safar diatas kendaraannya, dengan menghadap ke arah manapun, beliau melakukan dengan isyarat tubuh. (pada waktu) itu beliau mengerjakan sholat malam tapi bukan faraidh, kemudian beliau tutup dengan sholat witir“. HR Bukhari no: 1000. Muslim no: 700.
Sepuluh: Larangan Melancong Ke negeri Kafir
Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam sangat keras memperingatkan untuk safar ke negeri kafir. Dijelaskan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: “Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: أَنَا بَرِيءٌ مِنْ كُلِّ مُسْلِمٍ يُقِيمُ بَيْنَ أَظْهُرِ الْمُشْرِكِينَ، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ: وَلِمَ؟ قَالَ: لَا تَرَاءَى نَارَاهُمَا [أخرجه الترمذي]
“Aku berlepas diri dengan setiap muslim yang (rela) tinggal ditengah-tengah orang musyrik”. Para sahabat bertanya: ‘Ya Rasulallah, kenapa? Beliau menjawab: “Tidakkah kalian memikirkan tentang siksa (yang) akan menimpa mereka”. HR at-Tirmidzi no: 1604. Dinilai shahih oleh al-Albani dalam Shahih sunan at-Tirmidzi 2/119 no: 1307.
Pengecualian:
Dan dikecualikan dalam kasus seperti ini oleh para ulama, diantaranya; para mujahidin yang sedang jihad dijalan Allah Subhanahu wa ta’ala, atau safar yang bertujuan dakwah kepada -Nya, atau berobat yang sudah tidak mampu lagi diatasi oleh rumah sakit di negerinya. Atau safar untuk belajar dimana tidak mungkin mendapatkannya di negeri kaum muslimin, atau untuk berdagang.
Dan semua itu disyaratkan hendaknya dia mampu menampakkan agamanya, paham terhadap perkara yang diwajibkan Allah Subhanahu wa ta’ala kepadanya, dan iman yang kuat kepada -Nya. Serta mampu untuk menegakkan syiar Islam dibarengi dengan aman dari fitnah, dan hukumnya karena darurat.
Sebelas: Adab Musafir
Apabila ingin safar untuk rekreasi di taman atau kebun maka hendaknya dia memperhatikan istri dan anak perempuannya agar selalu memakai hijab. Dan berusaha menghindar dari tempat-tempat yang campur baur bersama laki-laki, atau tempat yang mengandung menyelisihi syari’at. Demikian pula dirinya harus selalu menjaga sholat tepat pada waktunya, serta menyuruh keluarganya hal tersebut, dan memperhatikan amar ma’ruf dan mencegah kemungkaran. Seperti yang ditegaskan oleh Allah ta’ala dalam firman -Nya:
وَأۡمُرۡ أَهۡلَكَ بِٱلصَّلَوٰةِ وَٱصۡطَبِرۡ عَلَيۡهَاۖ [ طه : 132]
“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya”. (QS Thaahaa: 132).
Juga perintah -Nya:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ قُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ وَأَهۡلِيكُمۡ نَارٗا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلۡحِجَارَةُ [التحريم: 6]
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu”. [at-Tahrim/66: 6].
Dua belas: Do’a Ketika Singgah Disuatu Tempat
Dan menjadi kebiasaan Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam ialah menganjurkan bagi umatnya apabila mereka singgah di sebuah tempat ketika safar untuk membaca do’a:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ. فَإِنَّهُ إذا قال ذلك لَمْ يَضُرُّهُ شَىْءٌ حَتَّى يَرْتَحِلَ مِنْ مَنْزِلِهِ ذَلِكَ [أخرجه مسلم]
“Aku berlindung dengan kalimat Allah yang sempurna dari kejelekan setiap makhluk”. Barangsiapa yang mengucapkan do’a tadi maka tidak ada satu pun yang akan membahayakannya sampai dirinya pergi meninggalkan tempat tersebut”. HR Muslim no: 2708.
Tiga Belas: Segera Pulang Ketika Usai Urusannya
Beliau juga menyuruh pada seorang yang safar untuk segera pulang begitu telah menyelesaikan urusannya. Seperti yang disebutkan dalam haditsnya Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: ‘Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « السَّفَرُ قِطْعَةٌ مِنْ الْعَذَابِ يَمْنَعُ أَحَدَكُمْ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَنَوْمَهُ فَإِذَا قَضَى نَهْمَتَهُ فَلْيُعَجِّلْ إِلَى أَهْلِهِ » [أخرجه البخاري و مسلم]
“Safar adalah sebagian dari adzab, (karena dalam safar) mencegah salah seorang kalian dari makan, minum dan tidurnya. Maka bila telah selesai urusannya, segeralah pulang ke keluarganya”. HR Bukhari no: 1804. Muslim no: 1927.
Empat Belas: Memberitahu Keluarga Ketika Ingin Pulang
Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam melarang ketika kembali dari safar pada malam hari tanpa memberitahukan keluarganya terlebih dahulu. Hal itu berdasarkan haditsnya Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, yang dikeluarkan oleh Imam Bukhari. Beliau berkata: “Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: إِذَا أَطَالَ أَحَدُكُمْ الْغَيْبَةَ فَلَا يَطْرُقْ أَهْلَهُ لَيْلًا [أخرجه البخاري]
“Apabila kalian telah lama bepergian (lalu kembali) maka jangan mendatangi keluarganya dimalam hari”. HR Bukhari no: 5244.
Dalam riwayat yang lain. Beliau mengatakan:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَكْرَهُ أَنْ يَأْتِيَ الرَّجُلُ أَهْلَهُ طُرُوقًا [أخرجه البخاري ]
“Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam melarang seseorang untuk pulang dari bepergian lalu menemui keluarganya pada malam hari“. HR Bukhari no: 5243.
Kemudian yang terakhir, hendaknya bagi seorang musafir untuk perhatian terhadap do’a, karena do’a seorang musafir mustajab. Hal itu, seperti yang diterangkan dalam sebuah hadits, bahwa Nabi muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « ثَلَاثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لَا شَكَّ فِيهِنَّ دَعْوَةُ الْمُسَافِرِ و دَعْوَةُ الْمَظْلُومِ وَدَعْوَةُ الْوَالِدِ » [أخرجه أبو داود]
“Tiga do’a yang tidak diragukan lagi terkabulnya, yaitu do’anya seorang musafir, do’a seorang yang terdhalimi, dan do’a jelek orang tua kepada anaknya“. HR Abu Dawud no: 1536. Dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu.
Akhirnya kita tutup kajian kita dengan mengucapkan segala puji hanya bagi Allah Rabb seluruh makhluk. Shalawat serta salam semoga senantiasa Allah Subhanahu wa ta’ala curahkan kepada Nabi kita Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam, kepada keluarga beliau serta para sahabatnya.
[Disalin dari من أحكام السفر وآدابه Penulis : Syaikh Dr Amin bin Abdullah asy-Syaqawi Penerjemah Abu Umamah Arif Hidayatullah Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 2013 – 1434]
_______
Footnote
[1] Dinukil dari kitab al-Minhaj lil Haj wal Mu’tamir oleh Syaikh Su’ud asy-Syuraim hal: 11-12.
[2] Lihat Silsilah ash-Shahihah hadits no: 62.
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/83167-adab-dan-hukum-safar.html